WartaJombang.com — Aliansi LSM Jombang menilai Bupati telah melakukan pembiaran terkait penyerobotan ruko simpang tiga, lahan yang seharusnya merupakan aset Pemkab, kini telah dikuasai oleh pihak ketiga, hingga berakibat timbulnya kerugian negara, pada akhirnya Aliansi LSM melaporkan Bupati dan Penghuni ruko simpang tiga ke Polres Jombang, Selasa (09/05/2023).
Mensikapi permasalahan ruko simpang tiga, yang seharusnya lahan tersebut merupakan aset Pemkab, kini telah dikuasai oleh pihak ketiga (penghuni ruko), Menurut pandangan Aliansi LSM Jombang, Bupati dengan wenangannya dianggap telah melakukan pembiaran, atau menyalahgunakan wewenang yang berakibat timbulnya kerugian negara.
Hal ini karena sebagai pemegang SHPL, Bupati dinilai tidak melakukan tindakan terukur dan malah membiarkan aset Pemkab dikuasai pihak ketiga. Akibatnya, Pemkab dirugikan milyaran rupiah karena sisi PAD dari ruko simpang tiga berlangsung macet.
Diketahui, untuk rentang kelola 2017 hingga 2021, BPK RI telah merekomendir terjadi kerugian negara sekitar Rp 5 milyar. Dan itu belum tuntas. Sementara itu, memasuki masa huni 2022 dan 2023. Penghuni ruko simpang tiga sama sekali tidak mempunyai Legalitas dalam menghuni lahan aset pemkab tersebut, hingga bisa dibilang (Ilegal)
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagrin) Jombang, Suwignyo, beberapa kali dikonfirmasi terkait uang sewa ruko tahun 2022 dan 2023, tidak sekalipun bersedia memberikan keterangan. Sebaliknya, selalu saja ia berdalih bahwa perkara ruko simpang tiga sudah ditangani Korp Adhiyaksa.
Terbaru, Korp Adhiyaksa melalui Kasi Intel Deni Saputra Kurniawan malah meminta Disdagrin melaporkan uang sewa ruko tahun 2022 dan 2023. Bahkan Deni mengingatkan, jika data dimaksud tidak disetor, Disdagrin bisa ditersangkakan dengan pasal menghalamg-halangi proses hukum.
Diduga dengan kuat uang sewa ruko tahun 2022 dan 2023 belum terbayar. Seorang Sumber menegaskan, dugaan itu cukup kuat karena uang sewa sebelumnya belum terjadi pelunasan. Jika itu benar terjadi, tutur Sumber, maka Bupati sebagai pemegang SHPL benar-benar membiarkan ruko simpang tiga dikuasi pihak ketiga.
Sementara itu, penghuni ruko dilaporkan ke Polres karena diduga kuat telah melakukan tindak penyerobotan aset daerah. Terutama untuk masa hunian ruko tahun 2022 dan 2023. Dimana jika hal itu tidak dibarengi uang sewa, maka keberadaan penghuni terbilang ilegal dan itu setara dengan tindak penyerobotan aset negara.
Dalam laporannya ke Polres, Aliansi LSM Jombang sebut untuk masa huni ruko 2022 dan 2023, status penghuni dipastikan tanpa legalitas sama sekali. Itu sedikit berbeda di masa hunian tahun 2017 hingga 2021. Dimana penghuni telah melakukan pembayaran sewa meski belum seluruhnya lunas.
Juru bicara Aliansi LSM Jombang, Aan Teguh Prihanto, sebut saja (Antep) panggilan akrabnya, selaku ketua LSM POSPERA yang termasuk golongan dari Aliansi LSM Jombang, ia menegaskan bahwa tindakan melaporkan Bupati dan penghuni ruko ke ranah Tipikor merupakan bentuk akumulasi kekecewaan atas berlarut-latutnya penangangan ruko simpang tiga.
Aan bahkan berpandangan, bahwa dibanding penghuni ruko simpang tiga, bobot kesalahan Bupati terbilang lebih besar karena membiarkan apa yang seharusnya ditertibkan. “Kewenangan tidak difungsikan, kewajiban tidak dijalankan. Padahal jika Bupati mau, apa sih yang tidak mungkin? Biar bagaimanapun, Bupati adalah simbol kekuasaan,” tegasnya.
Begitu pula dengan penghuni ruko. Meski derajat kesalahan tidak sebesar Bupati, tutur Aan, namun para penghuni sepertinya tidak pernah sadar diri dan bahkan menikmati konflik. Mereka tetap ngotot menempati ruko meski tak lagi mengantongi legalitas. “Sebagai bentuk partisipasi ikut membangun bangsa, Aliansi merasa perlu meluruskan itu melalui ranah Tipikor,“ pungkasnya. (fan/pras)