WartaJombang.com — Maraknya babelisasi Halal yang dilakukan Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa dinilai hanya mencari dukungan suara mayoritas masyarakat muslim untuk menguasai kursi kekuasaan.
Dalam videonya Rudi S Kamri yang di unggah Rabu (16/2) di channel youtube Kanal Anak Bangsa berjudul Labelisasi Halam yang Marak di Jatim, Untuk Kepentingan Keimanan atau Sekedar Cari Dukungan Suara?, mengungkap Gerakan labelisasi halal Gubernur Jatim semata-mata hanya untuk mencari dukungan masyarakat saja.
Menurutnya, masyarakat di Jawa Timur merupakan wilayah yang pluralis dan toleran jadi tidak perlu adanya labelisasi agama.
“Yang membuat saya bingung, mengapa industri, pariwisata kemudian kemarin kota harus dilabeli dengan agama. Pengertian halal haram otomatis pasti terkait dengan diksi dari muslim. Sedangkan Jawa timur adalah provinsi yang sangat pluralis beragam dari dulu sangat toleran,” ungkap Rudi.
Gerakan yang dilakukan Gubernur Jawa Timur dianggap tidak sejalan dengan ajaran K. H. Abdurrahman Wahid yang sangat pluralisme.
“Kenapa Khofifah tidak mengikuti ajaran Gus Dur mentornya bahwa jangan melabeli apapun dengan kemasan agama. Biarkan saja Industri dan pariwisata berjalan apa adanya jangan dilabeli dengan label agama,” jelasnya.
Labelisasi halal yang dilakukan Khofifah diduga hanya untuk menarik hati dan simpati umat Islam di Jawa Timur untuk kepentingan kekuasaan saja.
“Keyakinan saya justru muncul karena ini ada indikasi kepentingan untuk menarik suara. Ujung-ujungnya apa kursi kekuasaan, menarik hati masyarakat mayoritas, dikasih label haram halal biar dianggap pemimpin ini pemimpin yang agamis,” ungkapnya.
“Orang islam tau persis, o yang ini makanan haram ini makanan halal, sudah tau, jangan mendekte masyarakat dianggap masyarakat ini bodoh. Saya juga tidak ngerti ni, bagaimana parameter indicator wisata halal, wisata haram,” tambahnya.
Ia menggangap gerakan labelisasi dapat memecah belah masyarakat antara minoritas dan mayoritas. Pemimpin yang seperti ini dianggap tidak pantas dipilih karena diragukan kenegarawananya.
“Justru pada saat pemimpin melakukan labelisasi, itu seolah olah memecah belah masyarakat, mendikotomi masyarakat mayoritas minoritas, mendiskriminalisasi masyarakat, mengistimewakan kelompok masyarakat mayoritas, pie cobak. Bagaimana pemimpin harus dipilih kalau tidak memiliki kenegarawan NKRI dan Pancasila seperti ini,” pungkasnya. (pras)